Sepatu (A Flash Fiction/Short Story/#FF2in1)
“Kan kita Cuma pacaran,
bukannya mau nikah besok pagi!” ucap Tian
“Lebih
baik jangan kita mulai sesuatu yang kita sama-sama gak tau ujungnya. Oke, kita
pacaran, terus akhirnya gimana? Putus? Trus kita kembali jalanin hidup
masing-masing kayak gak ada apa-apa? Kamu yakin bisa? Bukannya kalo gitu kita
berdua semakin sakit?” jawab Asha yang membuat mereka sama-sama terdiam lama.
Tak pernah terlintas dipikiran Tian
sebelumnya bahwa saling mencintai saja tidak cukup untuk memulai sebuah
hubungan. Betapa sulitnya ia mencena tiap kata yang Asha ucapkan, meski
logikanya membenarkan, tapi hatinya tak kuasa menolak apa yang baru saja Asha
katakan.
“Aku
sayang sama kamu, tapi lebih baik kita begini, menjadi sahabat, karena dengan
begini ada banyak hal yang bisa kita kompromikan, kita maklumi satu sama lain”
“……………………………………….”
“Lebih
baik sakit sekarang kan ,
percaya sama aku Yan, ini yang terbaik untuk kamu, untuk aku, untuk kita” Asha pun
beranjak dari kursinya sambil menghapus butiran bening yang menggenang disudut
matanya. “Maafin aku, nanti juga kamu pasti ngerti” ucapnya lagi sambil berlalu
pergi meninggalkn Tian yang masih berusaha mencerna penjelasan Asha padanya.
Rasanya tak ada yang salah, ia hanya jatuh cinta pada wanita itu tulus, tanpa
bermaksud apapun. Salahkah ia jika mencintai wanita yang tak berada disatu
rumah ibadah dengannya?
“Sha…tunggu!”
Tian berusaha mengejar Asha yang sudah berjalan ke parkiran. Langkahnya
berhenti, ia memberanikan diri menoleh kebelakang, melihat lelaki yang
memanggilnya tadi tergopoh-gopoh berlari mengejarnya.
“Maafkan
otakku dengan IQ yang tak seberapa ini, butuh waktu untuk memahami semua kata-kata
kamu tadi, tapi aku ngerti. Iya, aku ngerti sekarang”
“………………………………………”
“
Kita bahkan belum memulai ini, tapi boleh aku peluk kamu untuk yang terakhir
kalinya?” tanya Tian sambil membuka kedua tangannya.
“Boleh…”
jawab Asha seraya mendekat dalam pelukan Tian, pelukan yang mungkin suatu hari
nanti akan ia rindukan. Entah bagaimana nasib cinta nya nanti, untuk sekarang,
mejadi sahabat sudah cukup untuknya.
“Cinta, memang banyak bentuknya
Mungkin tak semua bisa bersatu”
(Based on short story of 'Sepatu'. Full story soon on 'Let's Talk About Love' book)
0 Comments