Ujian.
Beberapa bulan belakangan
ini saya hijrah dari
Suatu hari saya mendapat
panggilan interview disebuah sekolah di daerah Jakarta
Barat. Interview berjalan lancar, saya ditugaskan untuk
mengajar Bahasa Indonesia, 2 kali dalam seminggu ditambah les private Bahasa
Pemimpin di sekolah itu pun
meminta saya untuk kembali keesokan harinya untuk micro teaching,
sekaligus perkenalan dengan murid-murid disana. Saya pun meyanggupi untuk
hadir. Sampai disini semua masih baik-baik saja, hingga beberapa saat
setelahnya...
"Oh...iya miss,
maaf saya lupa, ada yang ingin saya sampaikan, sebelum kita tanda tangan
kontrak" begitu kira-kira yang dikatakan pemimpin sekolah itu pada saya.
Saya menyimak dengan baik apa yang ingin beliau sampaikan.
"Begini, saya pribadi
tidak mempermasalahkan agama dan kepercayaan siapa pun, disini juga
guru-gurunya ada yang muslim, tapi bisa tidak ketika sedang berada dilingkungan
sekolah miss membuka jilbab (hijab) nya" saya terdiam
sejenak mendengar syarat yang diajukan beliau.
"Kalau hanya sekedar
mengajar dikelas dan bertemu anak-anak saya ga masalah bu, kalau harus buka
jilbab, tapi jika harus berhadapan dengan wali murid, saya agak keberatan"
itu jawaban saya. Jawaban paling bodoh yang pernah saya jawab beliau.
"Oh...begitu,
baik...jadi kalo mengajar tidak masalah ya, kalo buka jilbab, yang bertemu
dengan wali murid, nanti akan saya pertimbangkan" begitu beliau
menjawabnya. Saya mengangguk mengerti, dan merasa tak bahwa ini masalah yang
serius. Saat itu saya merasa tak masalah membuka jilbab saat mengajar, toh
juga yang saya ajarkan anak-anak. Saat menjawab ini saya berjanji pada diri
sendiri untuk tidak menceritakan bagian-harus-membuka-jilbab-itu pada siapa
pun. Biar itu menjadi urusan saya.
Tuhan sedang baik sekali
pada saya, entah kenapa seorang sahabat dengan senang hati mau menemani dan menunggu
saya hari itu. Setelah selesai, saya pun keluar menemui sahabat saya yang
menunggu diluar.
"Gimana Ya? Dapet
gak?" Tanya nya. Saya mengagguk dengan senangnya. "Alhamdulillah,
akhirnya ya Ya..." ucapnya ikut senang. Melihat wajahnya, entah kenapa saya
jadi berpikir untuk menceritakan hal tadi padanya.
Benar, saya butuh pekerjaan, dan kebetulan bergaji tinggi, tapi harus dibayar dengan harus melepas jilbab.
Akhirnya pekerjaan itu saya lepas, saya melewatkan kesempatan itu. Saya yang ngakunya anak pondok ini, ternyata lemah sekali imannya. Nyaris tergoda, nyaris menggadaikan aqidah. adanya.
Jika hari itu saya pergi sendiri, mungkin saja hal itu akan menjadi rahasia saya. Tapi sekali lagi, Allah menyelamatkan saya, melalui
Ujian ini memberi saya banyak sekali pelajaran. Terutama belajar tentang meneguhkan sebuah keyakinan. Mudah-mudahan setelah ini saya naik kelas. Amiin.
0 Comments