Friend (Comfort) Zone #FF2in1

"Sorry ya, tahun ini gue gak mudik, nyokap pengen ngerasain lebaran disini katanya"
"Iyee...gue seneng kali lo ga balik, jadi gak ngerepotin gue minta ditemenin kesana kemari" jawabku sesantai mungkin, sementara hati ini bersedih karena dia-yang sedang diujung telpon ini- tidak kembali lebaran tahun ini.
Dia, Jendra. Tetangga dan teman masa kecilku. Kami lahir dihari yang sama, dirumah sakit sama, bahkan dengan dokter yang sama. Rumahnya tepat didepan rumahku. Bila ayah dan ibu sedang lembur karena kesibukan mereka dirumah sakit, aku pasti dititipkan kerumah Jendra. Beliau sudah menganggapku layak anak perempuannya, karena Jendra tidak mempunyai saudara perempuan, hanya 2 kakak lelaki yang umurnya cukup jauh darinya.
Hampir separuh usia kami, kami habiskan bersama, mulai dari TK, SD, SMP, SMA, dan berpisah dibangku kuliah. Jendra memutuskan untuk kuliah diluar kota, sementara aku yang anak tunggal ini, tidak diberi kebebasan untuk menentukan kemana aku akan kuliah.
Masa-masa dimana aku dan Jendra berpisah dalam waktu yang lama adalah masa terberat dalam hidupku. Aku merasa kehilangan dia, meski dia selalu meyakinkan aku, bahwa ia selalu ada untukku. Setiap libur semester, atau libur lebaran seperti sekarang, Jendra pasti pulang, sesuatu yang paling aku tunggu. Hampir setiap hari, dan terutama ditiap malam menjelang tidurku, Jendra selalu menyempatkan diri untuk menelponku. Seperti malam ini, saat takbir berkumandang diluar rumah, Jendra masih setia menelponku.
Lalu, bagaimana hubungan kami? Pacaran? Jendra tak pernah memintaku jadi pacarnya. Sahabat? Hmmm...mungkin itu status yang paling mungkin sejak aku merasakan debar-debar aneh didadaku saat berseragam putih-biru hingga kini. Entah bagaimana perasaannya, aku pun tak tahu.
Ini akan menjadi lebaran terburukku. Tanpa Jendra.

Share:

0 Comments