Mini Review: Critical Eleven
Critical Eleven menjadi film yang
sangat ditunggu tahun ini. Saat postingan ini publish penontonnya sudah
mencapai 400.000 lebih penonton di hari ke-8 penayangannya. Film ini merupakan
adaptasi dari Novel dari penulis best seller Ika Natassa dengan judul yang
sama.
Critical Eleven bergenre drama ini bercerita tentang
bagaimana Ale dan Anya-sang tokoh utama-bertemu pertama kali, menikah, memulai hidup baru yang jauh dari keluarga besar, dan pada akhirnya bagaimana mereka menyikapi sebuah
kehilangan. A married life. Tapi tenang aja, cukup relate kok sama yang belum
menikah, at least bisa ambil pelajaran dari kisah Ale dan Anya. Film ini
mengajak para penonton untuk selalu percaya bahwa cinta selalu ada bahkan disaat-saat
genting sekalipun.
Dari segi akting, gak bisa
diragukan lagi bagaimana Reza Rahadian as Ale dan Adinia Wirasti as Anya
memainkan peran mereka sebagai pasangan yang menikah. Chemistry-nya dapet
banget, seperti natural terjadi pada mereka, Ale-Anya sukses dihidupkan
secara visual. Pun karakter yang lain seperti, Harris (Refal hadi) dan Raisa (Revalina S. Temat), Bapak Risjad dan Ibu (Slamet Rahardjo dan Widyawati), Keara (Anggika B.), bahkan
Tini (pembantu keluarga Risjad yang diperankan oleh Aci Resti) semua memainkan perannya dengan sangat natural.
Oh, jangan lupakan sahabat-sahabatnya Anya, ada Agnes, Tara, dan Dony.
Banyak yang menilai film ini
sangat komplit, mulai dari akting dari para aktor yang ciamik, sinematografi
yang dahsyat, kostum bahkan make-up pun tak luput dari pandangan para penonton,
semuanya, the whole package is awesome!
Salah satu film drama Indonesia
terbaik, menurut saya.
Terbaik, namun tentunya tak luput
dari kritikan.
Film adaptasi novel yang cukup
baik menurut saya.
Film yang berasal dari novel
sedikit banyak akan dibandingkan dengan cerita aslinya, mulai dari jalan cerita, para
tokohnya, hingga setting tempat cerita itu sendiri. Pun begitu dengan Critical
Eleven. Namanya juga adaptasi, tentu tidak mutlak sama dengan novelnya, namun
ada beberapa hal yang menurut saya sayang kalau tidak dimunculkan pada
visualnya. Tentu tidak mengurangi isi cerita, hanya saja, sebagai pembaca ada
beberapa scene yang membuat saya bergumam dalam hati “yah...sayang yang bagian
itu gak ada”
Dari semuanya, bagian Harris-lah
yang sedikit membuat saya kecewa. Jujur saja, saya membaca Critical Eleven
salah satunya karena penasaran dengan akhir kisah Harris dan Keara (kisah
mereka lebih dulu diterbitkan dalam novel kak Ika yang berjudul Antologi Rasa).
Mungkin maksud film ini memang ingin menonjolkan sisi Ale-Anya sebagai tokoh
utama, dan memang kisah Harris-Keara akan punya filmnya sendiri.
Ini subjektif banget sih ya
sebenernya, Cuma karena saya #TeamHarris jadi rada kecewa sedikit karena porsi
Harris yang cuma 'segitu' aja, hehehe.
Oh ya, film ini berdurasi 135 menit, dan cukup menguras emosi, better siapin tissue buat jaga-jaga.
8/10.
Overall, filmnya bagus, yang
belum nonton silahkan ke bioskop mumpung masih ada.
Cheers.
0 Comments